Thursday 8 August 2013

How To Live With The Worst Parents in the world


'My parents is the worst!'

Saya yakin kalimat ini pernah terlintas di benak seluruh anak di muka bumi ini. Atau Anda berpikir hanya saya seorang diri yang sudah bersikap seperti drama queen dan Anda berani bersumpah bahwa Anda tidak pernah mengeluhkan orang tua Anda sedikitpun? ‘Ah, mama mah kolot, masa pergi nonton jam midnight aja gak boleh?’, ‘Saya ingin hadiah ponsel S4 tapi dibelikan S2!’, ‘kenapa sih, orang mau baca komik malah disuruh belajar?’ dst dst… mungkin ini keluhan kecil yang mudah terlupakan. Mungkin pula ada keluhan besar yang tidak pernah Anda lupakan seumur hidup seperti orang tua yang tidak mendukung karir dan impian Anda; memarahi atau membentak Anda di depan umum; orang tua yang menjatuhkan rasa percaya diri Anda dengan mengatakan kekurangan Anda tanpa melihat kelebihan Anda; O! percayalah, sebagai orang Asia – khususnya Chinese descent – saya tahu dengan jelas bagaimana orang tua kita yang istilahnya ‘berat mulut’ untuk memuji dan – khususnya – mengakui kesalahan mereka. Keluhan lainnya seperti orang tua yang memiliki anak favorit dan saat sedang berselisih dengan anak favorit-nya itu kita yang dijadikan sasaran kemarahan. >saya bersumpah ini bukan pengalaman pribadi…..<


Anak tidak bisa memilih siapa orang tua mereka atau di keluarga seperti apa mereka akan dibesarkan. Tapi orang tua bisa memilih untuk melahirkan kita atau tidak. Jika anak dilahirkan lalu kemudian untuk disakiti atau dijadikan pelampiasan stress, maka bukankah sebaiknya sejak awal saja tidak perlu dilahirkan? Kenapa kita, anak-anak, yang harus menanggung ketidakadilan ini?

Kita sering kali mendengar pepatah ‘kasih ibu sepanjang masa’ atau ‘kasih seorang ayah adalah gambaran kasih yang paling mendekati kasih Allah pada kita’. Tapi belakangan ini saya mendapatkan pemikiran baru bahwa sebenarnya kasih anak kepada orang tua 100 kali lebih besar dari kasih orang tua terhadap anaknya. Anak dituntut untuk lebih lapang dada dan mengampuni orang tua 777 kali.

Contohnya: jika orang tua berbuat salah pada kita, seperti mengatakan sesuatu yang menyakiti hati kita, kita – sebagai anak – bisa memilih dua hal: melawan atau diam menerima. Kalau kita melawan kita pasti langsung disemprot abis-abisan dan di cap sebagai ‘anak kurang ajar’, karena orang tua konservatif selalu berpikir apa yang keluar dari mulut mereka adalah wahyu dan yang selalu salah adalah anak. Intinya, orang tua tidak pernah salah. Terutama dalam keluarga tradisional China selalu ditanamkan pemahaman bahwa ‘不管怎么样,孩子不应该顶撞父母’, apa pun yang terjadi anak tidak boleh melawan orang tua. Jadi, dua pilihan awal itu berubah menjadi satu pilihan saja, yaitu ‘nerimo’. Dari contoh ini kita bisa melihat bahwa anak-anak sebenarnya lebih dilatih untuk bersabar dan mengampuni. Orang tua berpikir bahwa kritikan dan masukan dari anak adalah langkah awal anak itu untuk membangkang, lalu terlibat judi dan mabuk-mabukan, dan akhirnya kabur dari rumah. Sementara orang tua berpikir bahwa omelan dan cambukan adalah bukti kasih sayang dan bagian dari proses pendewasaan seorang anak. Perdebatan dari pihak orang tua dan anak ini tidak akan mendapatkan titik temu karena semua orang merasa dirinya yang paling benar.  

Ada yang mengatakan “seburuk apapun seorang anak, ia tetap darah daging kita (orang tua)”. Hal yang sama juga bisa kita terapkan pada orang tua kita “seburuk apapun orang tua kita, tidak peduli kesalahan apa pun yang dilakukan mereka pada kita, mereka tetap orang tua yang sudah memberikan gen, darah, dan organ di tubuh kita ini”.

Saya yakin kutukan maling kundang itu ada. Jadi, untuk menghindari hal itu saya memiliki rumus yang baik: pertama, ingat bahwa “没有完美无缺的父母”, tidak ada orang tua yang sempurna. Siapa bilang jadi orang tua itu mudah? Selain harus melahirkan dan membesarkan anak, mereka juga harus menjadi role model untuk anak-anaknya. Kedua, mereka cepat lupa bahwa mereka sudah menyakiti hati kita – atau bahkan tidak menyadarinya, jadi tidak perlu menyimpan dendam terlalu lama karena hanya akan membuat hidup kita tidak ceria lagi, just let it go. Ketiga, perpisahan. Kita tidak pernah tahu sampai seberapa lama kita akan bersama dengan orang tua kita, mungkin mereka akan pergi satu minggu lagi, dua hari lagi, atau bahkan malam ini. Jadi kita tidak perlu mengatakan hal-hal yang akan kita sesali sepanjang sisa hidup kita. Berpura-puralah, atau berbohonglah kalau perlu; karena saya selalu yakin hanya dengan kebaikan dan kesabaran akan mengubah dan menyadarkan mereka. Dan ya, memang terdengar tidak adil untuk kita sebagai anak, tapi ini akan membuat hidup kita menjadi penuh dengan sukacita.