Sudah
menjadi rahasia umum, di era modern ini negara China masih memiliki pandangan
bahwa kedudukan lelaki lebih tinggi daripada kedudukan wanita, 重男轻女. Bahkan saat pemerintah China mengeluarkan
peraturan setiap keluarga hanya memiliki satu anak, banyak orang tua berharap
mendapatkan anak lelaki dan mereka tidak segan untuk melakukan aborsi setelah
mengetahui bahwa janin yang dikandungnya adalah anak perempuan. Karena
masyarakat China
sangat menjunjung tinggi garis keturunan dan hanya anak lelaki yang bisa melanjutkan
marga kepada anak dan keturunan selanjutnya.
Tapi
tahukah anda bahwa China
kuno diawali dengan system matrilineal mengikuti garis keturunan ibu dan saat
itu kedudukan wanita lebih tinggi dari pria. Hal ini dapat dilihat dari asal
mula adanya marga, atau biasa dikatakan tiga marga tertua di China: 姬, 姜, 姚; memiliki simbol aksara wanita (女) di bagian depan. Bahkan
kata ‘marga’ “姓” itu sendiri memiliki simbol aksara wanita, yang menjelaskan garis keturunan darah pada saat
itu dilihat dari sisi ibu.
Aksara
“后” pada awalnya tidak memiliki
hubungan sama sekali dengan waktu, seperti 以后,
后来, 后天 dsb. Tapi sebenarnya aksara ini merupakan gambaran
seorang wanita yang sedang melahirkan seorang anak. Pada zaman kuno, melahirkan
merupakan peran mulia. Karena itulah wanita yang dapat melahirkan anak sangat
dihormati. Oleh karena itulah aksara “后”
pada awalnya berarti ‘hebat’ (“伟大”)
dan dipakai untuk menyebutkan “往后”
atau “太后”.
Aksara
lainnya yang menunjukan bahwa kedudukan wanita lebih tinggi dari pria adalah
aksara “好”. Hampir sama seperti “后”, tulisan kuno “好” memiliki simbol wanita
sedang menggendong seorang bayi. Wanita yang memiliki anak dianggap hal yang
bagus, karena itulah semua yang baik dan bagus dikatakan dengan satu kata “好”. Di satu sisi dalam budaya
aksara ini kita juga dapat melihat bahwa pada masa itu harapan terhadap wanita
sangat tinggi. Wanita yang dapat melahirkan anak akan disanjung, namun jika
tidak bisa melahirkan keturunan maka akan dipandang rendah baik oleh anggota
keluarga maupun di lingkungan sosial..
Sekitar
era dinasti Qin kedudukan wanita barulah berubah menjadi lebih rendah dari kaum
pria. Menariknya, perubahan status sosial ini terlihat sangat jelas dalam
sejarah budaya aksara China.
Sejak dinasti Qin hingga saat ini hampir semua hal yang buruk memiliki aksara
dengan simbol aksara wanita (女)
di dalamnya, seperti 奸, 妄, 姚 atau 嫉妒.
Ada cerita yang cukup
menarik dari kata “嫉妒” yang
berarti ‘cemburu’. Karena pendapat umum mengatakan bahwa kaum wanita lebih
mudah diserang rasa cemburu, sekaligus dianggap bahwa kecemburuan wanita sangat
menakutkan, maka kata ini memiliki simbol aksara wanita (女) di bagian depan. Meski pendapat ini tidak
sepenuhnya tepat, namun dari hal ini kita bisa melihat bahwa kedudukan kaum
wanita semakin rendah, karena simbol aksara ini sering digunakan untuk
melukiskan kata-kata yang mengandung arti negatif.
Dalam
bahasa China
cemburu juga bisa disebut “吃醋”,
atau dalam bahasa Indonesia dikatakan ‘minum cuka’. Asal muasal istilah ini
muncul di era dinasti Tang (唐朝)
ada seorang pejabat bernama Fang Xuanling (房玄龄),
ia tidak memiliki keturunan karena itulah raja Tang Taizong (唐太宗) menikahkannya dengan wanita lain yang lebih muda
agar ia bias memberikan Fang Xuanling keturunan. Namun istri Fang Xuanling
tidak rela suaminya memiliki istri muda dan menentang keputusan raja. Raja pun
marah dan memerintahkan istri Fang Xuanliang untuk memilih antara melihat sang
suami menikah dengan wanita lain atau bunuh diri dengan minum racun. Tanpa
diduga istri Fang Xuanling memilih untuk minum racun dan menghabisi hidupnya
sendiri karena ia tidak tahan menahan rasa cemburu melihat suaminya dimiliki
wanita lain. Ternyata raja Tang Taizong hanya mengujinya dan racun yang
diminumnya itu hanyalah semangkok cuka hitam. Akhirnya raja menyerah dan
mengabulkan keinginan istri Fang Xuanling. Sejak itulah muncul istilah lain
untuk ‘cemburu’, yaitu “吃醋”.